RUU Perguruan Tinggi, Kran Liberalisasi Pendidikan




Kusman Sadik menilai, pada daftar RUU PT yang disiapkan oleh Panja Dikti tertanggal 22 Februari 2012, yang digunakan sebagai bahan Uji Publik RUU ini, terdapat bebrapa pasal yang beraroma liberalisasi. “Aspek liberalisasi tersebut dapat dicermati dalam dua hal”, tuturnya.
Rapat kerja komisi X DPR dengan pemerintah tentang  RUU PTdirasa aneh dibandingkan dengan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Ada apa? Sengjakah pembahasannya disembunyikan? Ternyata, dari RUU PT ini bau kapitalisasi dan liberalisasi pendidikan sangat kental. Kalau sampai itu diundangkan, bisa dipastikan akan membawa kesengsaraan bagi rakyat.
 Pertama, kapitalisasi atau komersialisasi pendidikan. Pada pasal 77 terdapat pengelompokan status pengelolaan perguruan tinggi, yaitu otonom terbatas, semi otonom, dan otonom. Pada ayat 4 dan 5 dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa status otonom merupakan perguruan tinggi yang memiliki otonomi pengelolaan bidang akademik dan non akademik. Sebagian dari wewenang non akademik tersebut adalah wewenang pengelolaan keuangan secar mandiri. Pada pasal 80 ditegaskan bahwa perguruan tinggi yang berstatus otonomi diberikan kewenangan untuk mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi.

“Pasal 77 tersebut memberikan kewenangan kepada perguruan tinggi yang berstatus otonomi untuk mengelola keuangan secara mandiri. Artinya mereka diberi kewenagan untuk mengelola perguruan tinggi dengan dana sendiri yang tidak lagi tergantung  pada subsidi APBN. Tentu salah satu sumber utama dana mandiri tersebut adalah pembayaran yang dibebankan kepada mahasiswa”, jelasnya. Ia menambahkan , sementara pasal 80 memberikan kewenagan kepada perguruan tinggi yang berstatus otonom untuk mendirikan badan usaha. Hal ini akan mengubah wajah perguruan tinggi dari lembaga pemerintah yang menydiakan pelayanan publik yang berorientasi pada peningkatan ilmu dan pendidikan rakyat menjadi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan bisnis.“Karena itu, semangat kapitalisasi da;am RUU PT bagaikan deklarasi bahwa yang bisa mengenyam pendidikan tinggi adalah orang kaya, sementara rakyat miskin akan terdepak dengan sendirinya karena tidak memiliki kemampuan finansial”, imbunhya.
Kedua, menurut Kusman, legalisasi peran asing. Pada pasal 114 dinyatakan bahwa perguruan tinggi di negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Penjelasannnya dijabarkan pada ayat 3 yakni proses dilakukan melalui kerja sama dengan perguruan tingggi di indonesia dan mengangkat dosen serta tenaga kependidikan dari warganegara indonesia,” jelasnya. Selama ini pemerintah beralasan bahwadengan mengizinkan peraturan tinggi asing berdiri di indonesia maka akan memperbaiki daya asing perguruan tinggi dalam negeri. Namun seoalah-olah pemerintah melupakan resikobesar yang akan diterima oleh anak-anak negri ini, yaitu tentang penanaman budaya hidup dan idiologi barat, oleh perguruan tinggi asing.

Nama   : Muhammad Dwi N
Kelas   :2c





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar